Minggu, 15 Maret 2009

Karawang (10/12/2008) Penguatan petani melalui penumbuhan kelembagaan, merupakan hal yang tepat dan layak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Muaranya adalah penguatan posisi tawar dan peningkatan pendapatan petani.
Kelompok Tani “Wargi Mukti” memang bukan hanya sebatas nama. Tetapi merupakan wadah tempat berpadunya kesadaran yang tumbuh dari bawah (petani) untuk bersatu dan bekerja keras meraih sejahtera. Kita telah berada di era globalisasi.
Dan “pemberdayaan” memang sebuah kata yang manis, meski keberhasilan upaya tersebut tidaklah semudah membalik telapak tangan. Setumpuk harapan untuk memperkuat posisi tawar dan peningkatan kesejahteraan, harus terus kita kembangkan secara mandiri. Bersatu, bekerjasama dan saling membantu, akan membuat kita kuat.
Mampukah KT Wargi Mukti menjadi salah satu aset pembangunan SDM pertanian di Karawang atau bahkan nasional? Inilah tantangan sang ketua dan anggota KT wargi mukti, ditangan H. Umar Syahid (42), harapan ini akan diraih meskipun jalan itu masih terlalu panjang, sebagai ketua kelompok tani WARGI MUKTI yang baru berdiri pada bulan Agustus 2008, ia menyadari betul bahwa masih membutuhkan bimbingan teknis dari para aparat di lapangan (PPL dan POPT) kelompok tani ini memproklamirkan diri sebagai kelompok tani semi organik (secara bertahap menuju organik) karena untuk 100% organik belum siap prasarananya. Sebagai kelompok tani rintisan tentu banyak kendala yang dihadapi, baik dari perseorangan maupun dari kelompok. Secara administrasi kelompok tani ini berdiri dilingkungan pondok Pesantren Tarbiyatul Athfal yang dikelola oleh Yayasan Annihiyah, pengelolaan lahan yang menjadi tanggung jawab kelompok tani wargi mukti meliputi luas: 40 Ha lahan sawah milik keluarga pesantren, 50 Ha lahan sawah milik masyarakat, dan 25 Ha lahan sawah milik orang tua wali murid.
Kelompok tani wargi mukti mempunyai laboratorium lapang seluas 6x6 m sebagai tempat percobaan perbanyakan agens hayati dan bahan pengendali OPT alami serta pembuatan kompos jerami untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Beberapa agens hayati yang sudah diperbanyak disini antara lain Corynebacterium, Pseudomonas fluorescens (PF), Beauveria bassiana, Metarrhizium sp, dan pestisida nabati.
Pak Haji Umar Syahid sendiri mengelola lahan seluas 2,8 ha yang ditanami padi secara semi organik dengan tanam bibit sebatang. Pemupukan organik menggunakan kompos jerami sebanyak 3 ton hasil dari rumah kompos yang dikelola bersama kelompok taninya.
Untuk sementara kebutuhan kompos hanya untuk memenuhi kebutuhan kelompoknya namun tidak mustahil suatu saat bersama binaannya akan mampu menghasilkan kompos untuk seluruh anggotanya. Menurut pak haji sudah saatnya kita mengurangi ketergantungan akan pupuk anorganik (pupuk pabrikan). Ini akan dilakukan pada kelompoknya terlebih dahulu. Awal mula ketertarikan pak haji terhadap pertanian organik dimulai dari hobinya membaca literatur mengenai padi organik, keyakinan itu bertambah tebal manakala pak haji mendapat kesempatan menimba ilmu organik menjadi peserta magang di Ciamis yang diselenggarakan oleh IPPHTI.
Tekad pak haji ingin merubah image kota Karawang sebagai kota yang terkenal akan “Goyang Karawang” yang berkonotasi negatif menjadi kota lumbung padi organik.
Harapan itu tidaklah berlebihan apabila mulai dari kelompoknya berusaha keras mewujudkan keinginannya yang luhur. Selama ini hasil padinya per hektar 6 ton dengan modal 10 juta, dan hasilnya 12,5 juta, jadi ia hanya mendapatkan keuntungan cuma 2,5 juta selama satu musim tanam. Keuntungan yang sangat minim yang tidak sesuai dengan jerih payahnya. Dalam perenungannya pak haji tidak menyerah begitu saja, ia memutar otak bagaimana caranya memenuhi kebutuhan pupuk sendiri tanpa 100% tergantung pada pupuk pabrikan dan kalau bisa mengurangi biaya produksi tetapi hasilnya tidak berkurang. Ia menyadari betul bahwa apabila bertani padi organik tidak serta merta hasilnya akan naik tetapi selama tahun ketiga hasilnya akan menurun tetapi lambat laun akan naik produksinya karena kondisi tanah yang kembali subur secara alami, kondisi tanahnya sehat produksinya ramah lingkungan, begitu ia berharap.
Ngobrol bersama pak Haji sungguh mengasyikan dan termasuk orang yang jeli, menurut pak haji di sawah sebenarnya sehabis panen sudah tersedia pupuk dalam bentuk jerami. Dalam satu hektar panen sawah akan meninggalkan kurang lebih 15 ton jerami. Menurut penelitian dalam setiap ton jerami jika diolah akan memberikan pupuk setara dengan 23,5 kg urea, artinya setiap panen sawah sudah menyediakan 15 tonX23,5 kg urea = 362,5 kg urea. Pengolahan tidak susah, cukup menggunakan Trichoderma agens hayati multiguna karena selain mempercepat proses pelapukan sehingga efektif untuk pembuatan pupuk bokhasi selain itu juga berfungsi sebagai musuh alami cendawan-cendawan penyakit tanaman. Untuk itu pak Haji berterima kasih kepada Bu Lilik dan kawan-kawan yang mengajarkan cara memperbanyak Trichoderma sp. (Maksudnya Ir. Lilik Retnowati, Cahyadi Irwan, Wahyudin).
Diakhir obrolannya pak haji memberikan slogan ”Padinya Organik, Petaninya Enerjik, Obatnya Generik” entah apa maksudnya tetapi kalau diterjemahkan barangkali seperti ini, bahwa padi yang dihasilkan organik bebas pestisida menjadi makanan sehat sehingga tubuh petaninya menjadi enerjik, kuat, dan pengobatannya generik artinya biaya pengendalian OPTnya murah karena membuat ramuan pestisida nabati sendiri.
Begitulah kira-kira...!

Ucapan terima kasih kepada Tim Surveilans: Lilik Retnowati, Cahyadi Irwan, H. Wahyudin dan Tim Supervisi Pina. Tak lupa POPT Bpk Ahmad Nurdin dan Pak Endoh yang punya wilayah, serta untuk Pak Haji Umar selamat berjuang dan berkarya....
|

Tidak ada komentar:

Posting Komentar